.: Petualang Kehidupan :.

Hidup ibarat berpetualang, memerlukan bekal yang cukup untuk mencapai tujuan. Jika surga tujuanmu, sudah cukupkah bekal yang kau siapkan??

Dapet IP berapa ?

“Dapet IP berapa Ton?” Pertanyaan itu terlontar dari Bambang, teman dekatku, seusai shalat dzuhur kami masih duduk-duduk di serambi Masjid.

Ah, itu pertanyaan yang sensitif. Jika ada larangan menyinggung SARA, kini ada yang membuat larangan baru yaitu dilarang menyinggung SARIP, Suku Agama Ras dan IP.

Bagaimana tidak sensitif, dengan mudah orang akan menilai mahasiswa itu berhasil atau tidak dengan melihat IP, tidak peduli dengan ilmu yang didapatnya, dengan kegiatan apa saja yang dilakukannya di kampus, bagaimana ia mengerjakan ujian, seberapa sering ia mengerjakan tugasnya sendiri. Peduli amat. Kalau IPnya Cumlaude atau lebih dari 3.5 orang akan mengatakan kalau si Mahasiswa berhasil.

Aku jadi teringat 3 hari yang lalu ketika semua nilai mata kuliah keluar. Keringat dingin keluar, mukaku mungkin terlihat pucat jika waktu itu aku bercermin. Badan menjadi lemas seketika. Aku robohkan tubuhku ke kasur yang sudah tidak empuk lagi di kamar kosku. Kucoba tenangkan diriku sambil beristighfar. “Astaghfirullohal’adzim..”

Bukan mendapatkan IP Cumlaude tapi kemelut. Bayangkan, Anton, sang ketua BEM, IP-ny 2,2. Apa kata dunia? Nilai A hanya satu mata kuliah, B juga satu, sisanya C. Parahnya ada satu mata kuliah mendapatkan D dan itu 4 sks. Sebenarnya aku sudah memprediksikan akan mendapatkan IP di bawah 3 tapi tidak separah 2,2.

Tidak lama kemudian kuambil HP ku.

Aslmkm Pak, Bu, IP Anton sudah keluar. Maaf jika mengecewakan Bapak dan Ibu. Semester ini Anton dpt IP 2,2. Perlu banyak evaluasi” Aku kirim sms itu ke nomor Bapak dan Ibuku di sebrang sana.

Ada 2 sms masuk hampir bersamaan. Satu dari Ibu dan satunya dari Bapak.

Gpp, santai saja. Semua sudah ada yang mengatur” sms Bapakku singkat. Bapakku memang tidak suka berpanjang-panjang sms. Ngirit baterai katanya.

Ga papa masih banyak kesempatan. Syukuri apa yang ada. Pikirkan ke depan. Jangan sesali diri, Tetap semangat berusaha” sms ibuku benar-benar menentramkan hatiku. Seperti air yang menyiram bara api. Kesedihanku menjadi berkurang setelah mendapatkan sms dari kedua orang yang paling kusayang ini.

Aku bersyukur sekali memiliki orang tua yang mengerti keadaan anaknya. Sah-sah saja kalau mereka menyalahkanku dan marah-marah padaku. Kemudian melarang semua aktivitas non akademikku dengan alas an mengganggu kuliah. Persis seperti Rina yang tahun lalu terpaksa mundur dari PH BEM gara-gara IPnya anjlok. Orang tuanya melarang semua aktivitas non akademiknya.

Bagaimanapun aku tetap merasa bersalah. Aku pernah berjanji akan belajar sebaik mungkin dan mendapatkan IP cumlaude sebagai hadiah untuk Bapak Ibuku. Aku baru bisa memberikan hadiah itu di semester awalku dulu. Baru sekali.

Aku yakin Bapak Ibuku juga kecewa dengan hasil yang kudapatkan. Meski tidak diucapkan secara langsung. Bapakku tidak bisa lagi membanggakan aku di hadapan pak Bakri, teman satu kantornya yang sering membanggakan anak perempuannya yang seusia denganku. Semester pertama Fatimah dibanggakan pak Bakri karena IPnya 3,6. Namun kemudian Bapakku merasa menang telak karena waktu itu IPku 4. Entahlah apa yang akan dilakukan Bapakku ketika ketemu dengan pak Bakri di kantornya. Ibuku mungkin hanya diam ketika arisan rutin tanggal 8 bersama ibu-ibu se RT membicarakan IP anaknya. Kebetulan di kampungku tidak sedikit yang seusiaku dan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Jika mencari pembenaran sebenarnya ada alasan masuk akal kenapa IPku parah. Beberapa Dosen di Jurusanku lumayan sudah sepuh. Jangan ditanya kualitasnya. Mereka lulusan Universitas terbaik dunia. Yang menjadi masalah adalah cara mereka mengajar mereka masih kuno sehingga sulit untuk dipahami. Belum lagi dalam memberi nilai banyak yang mendapat C atau D. Mahasiswa yang mendapat nila A dan B bisa dihitung dengan jari. Aku sebut mereka dengan nama dosen gaul.

Sialnya, aku terlambat ketika mengisi KRS. Kelas yang tersisa adalah kelas dosen gaul. Mau tidak mau aku ambil. Masak gara-gara tidak dapat dosen enak kemudian tidak mengambil kuliah. Terpaksa deh aku ambil kelas yang diajar oleh dosen gaul.

Tidak sedikit ketika ujian teman-temanku yang melakukan kecurangan. Mereka membawa contekan dengan berbagai cara. Ada yang konvensional, ada yang menaruh catatan di Kalkulator hingga ada juga yang menaruh buku di WC. Mereka telah belajar korupsi, padahal belum memegang duit. Bagiku pantang menyontek. Daripada mendapatkan nilai bagus dengan mencontek, lebih baik tidak nyontek dengan nilai yang bagus.

Ah, pintar sekali diriku jika mencari-cari alasan. Padahal alasan utamanya adalah aku kurang bersungguh-sungguh belajar. Aku kurang belajar membaca buku-buku pelajaran. Ini yang harus kuubah agar semester depan aku bisa member hadiah special untuk Bapak dan Ibu. Bapakku bisa mengalahkan pak Bakri lagi dan Ibuku tidak lagi diam di forum arisan rutin.

“Dapet berapa Ton, cumlaude apa kemelud?” Bambang kembali menanyakan pertanyaan berbau SARIP itu lagi. Aku tersadar dari lamunanku.

“Alhamdulillah”, jawabku sambil tersenyum setulus mungkin. Inget pesan ibu, syukuri yang ada.

—————-

*KISAH FIKTIF, jika ada kemiripan nama dan peristiwa, maap2 ya!

9 comments on “Dapet IP berapa ?

  1. patriot
    12 Februari 2011

    fiktif?nyata deh

  2. Helmy
    13 Februari 2011

    Fiktif tapi terinspirasi dari kisah nyata kaysknya nih 😀

    • kangridwan
      23 Februari 2011

      kebanyakan, penulis menulis ternispirasi dari kisah yang didengar, atau dialaminya. Entah kisahnya sendiri, maupun kisah orang lain.

      Nyata atau tidak, yang penting bisa ambil hikmahnya/

      B-)

  3. Ulfa
    22 Februari 2011

    siiiiip Wan

    ning kayakya harus seimbang,,,:D
    kata temanku :D,,,, orang yang semakin banyak kegiatan semakin bisa mengatur waktu dan hasilnya harusnya semakin baik :d

    • kangridwan
      23 Februari 2011

      aku juga sering bilang gitu ke temenku (jangan2 yang temenmu yang bilang ke kamu itu aku? 🙂 )

      Ini kisah piktip Fa, kesahihannya masih ga bisa dipertanggungjawbkan

  4. tiarawidodo
    19 Maret 2011

    kita akan sedih jika kita mendapat nilai yang jelek, namun akan lebih menyedihkan lagi melihat teman kita mendapat nilai yang baik dibanding kita,,hahahah

    • kangridwan
      21 Maret 2011

      all iz well

      *3 idiot banget

  5. fir
    24 Maret 2011

    hmmm, cuma fiktif toh,,, sempet bingung.ridwan apa anton namanya???
    waktu itu selalu ada kalu mu diambil,,, kebanyakan kita sendiri yang memberikan batas.organisasi ato kesibukan lain tak jadi masalah.
    di kampus sy malah yang aktif di organisasi, IP nya bagus2.
    karena biasanya organisator selalu punya target dan ambisi baik dalam tim maupun pribadi.
    sy malah inget pengajian pas maulid nabi,, kenapa nabi muhammad sukses besar?? salah satunya adalah karena beliau mau susah.
    hamasah!

    • kangridwan
      21 Februari 2012

      Harusnya si gito, Fir.
      Teori ama Praktik emang beda.
      Butuhkerja keras untuk mempraktekkan teori.

Tinggalkan Balasan ke kangridwan Batalkan balasan

Information

This entry was posted on 12 Februari 2011 by in Cerita Fiksi, sepotong episode.