.: Petualang Kehidupan :.

Hidup ibarat berpetualang, memerlukan bekal yang cukup untuk mencapai tujuan. Jika surga tujuanmu, sudah cukupkah bekal yang kau siapkan??

Melati & Kacang Panjang

Seseorang menepuk tas ku ketika aku sedang berhenti di perempatan Gramedia. Aku sedang menuju UGM dari arah stasiunlempuyangan. Aku ten ok dari kaca spion siapa yang menepuk tasku, ah ternyata kawan KKN yang hampir 2 bulan sekamar, Tunggul namanya.

Sempat ngobrol sebentar aku dengannya, sambil nunggu lampu hijau menyala. Bahkan setelah itu di jalan sempat ngobrol dua motor pelan-pelan, sebentar saja.

“Aroma melatimu, Wan. Kerasa !”

“Masak sih?”

Kok bisa sih? Padahal, aku memakai parfum melatinya pagi tadi, sebelum naik kereta api. Harusnya sudah hilang tertimpa keringantku. Sebenarnya aku ragu untuk mempercayainya. Tapi berhubung si Tunggul termasuk orang yang tidak pandai dalam berbohong, maka aku percaya omongannya.

Serius, aku sendiri tidak membau wangi melati itu. Aku hanya menikmatinya selama satu menit  setelah memakai wewangian itu, selebihnya sudah tidak bau lagi. Bisa jadi karena parfum murahan, bisa jadi karena bau badanku mengalahkan bau melati itu, bisa jadi juga karena hidungku tidak begitu peka karena sudah terbiasa.

Di antara kebisajadian itu, sepertinya yang ketiga yang paling kuat. Hidungku begitu mudah beradaptasi dengan wangi itu sehingga cukup 1 menit merasakannya setelah itu biasa-biasa saja. Orang lainlah yang bisa mengetahui bahwa aroma melati itu masih melekat pada diriku, tanpa kusadari.

Di sisi lain ada kawanku, panggil saja Paijo. Dia keringatnya begitu bau, terlebih setelah menempel di bajunya. Tak ada orannya, hanya ketinggal bajunya saja : Aku pusing dibuatnya. Terlebih ketika dia berkeringat dan memakai baju itu di dekatku. Yang kulakukan sesekali tahan nafas dan beristighfar.

Mirip dengan aroma melatiku, bau badan Paijo ini memiliki kesamaan : sama-sama tidak disadari oleh pemiliknya. Paling tidak, orang akan berkomentar dalam batinnya : ini bocah kok wangi ya? Atau ini bocah kok bau ya?. Kalau Tunggul menyadarkan diriku, aku tidak berani mengataknnya langsung dengan Paijo. Cuma bisa menyindir : “Sehari udah mandi berapa kali, Jo?”

Aku jadi teringat bahwa setiap orang memiliki kekhasannya tersendiri, karakternya tersendiri. Bisa jadi berupa “aroma melati” atau “bau badan”. Bisa jadi ia menyadarinya atau tidak sadar sama sekali.

Maka, jangan sungkan-sungkan bertanya pada kawan dekatmu, dengan tetanggamu, dengan orang-orang di sekitarmu : Menurutmu, seperti apakah karakter diriku?. Mintalah ia berkata jujur tentang dirimu dan bersiaplah menerima sebuah pengakuan bahwa kau memiliki “bau badan”.

Aku sempat bertanya pada Ayah dan Ibuku, tentang diriku.

“Menurut Bapak & Ibu, saya ini orang yang seperti apa? Tolong katakan apa adanya, pliiss”.

Alhamdulillah mereka berdua memberikan tanggapan positif tentang diriku. Malah jadi bercerita tentang sifat-sifat diriku mulai dari kecil hingga sekarang. Intinya, aku memiliki “aroma melati”. Aku tidak berprasangka bahwa mereka sekedar menyenangkan diriku dengan berkata yang baik-baik saja. Yang menjadi tantanganku adalah bagaimana agar “aroma melati”ku di hadapan orang tua bisa terjaga.

Jangan sampai kita terlalu asik membicarakan orang lain sementara jarang membicarakan diri kita. Jangan sampai kita memiliki stempel buruk yang melekatnya begitu kuat hingga seakan-akan menjadi bagian dari diri kita. Kacang panjang meski dipotong-potong hingga pendek lalu disayur, tetap saja namanya sayur kacang panjang.

Sepertinya aku terlalu banyak menggunakan analogi ya? Semoga kamu tidak bingung.

Sebagai penutup tulisan ini, yuk jadikan kacang panjang diri kita berupa “aroma melati” !

Yogya, 14 mei 2012

1 comments on “Melati & Kacang Panjang

  1. kuli berpendidikan
    18 Mei 2012

    hahaha,,, enak kan bau silver….

Tinggalkan Balasan ke kuli berpendidikan Batalkan balasan

Information

This entry was posted on 14 Mei 2012 by in sepotong episode.